Media Vietnam, Soha.vn, baru-baru ini melontarkan cibiran terkait gaji rendah Rizky Ridho, pemain muda berbakat Indonesia yang saat ini memperkuat Persija Jakarta. Pernyataan ini muncul sebagai tanggapan atas pernyataan Mohamad Prapanca, Direktur Persija, yang sebelumnya mengungkapkan bahwa banyak pemain muda Indonesia saat ini, termasuk Ridho, memiliki potensi besar yang seharusnya membuat mereka diakui di kancah internasional.
Namun, Soha.vn menyoroti ketidakcocokan antara talenta para pemain muda Indonesia dengan gaji yang mereka terima, yang dianggap jauh lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan pemain-pemain dari negara lain, termasuk Vietnam. Media Vietnam tersebut menyebutkan bahwa pemain Indonesia, termasuk Rizky Ridho, Egy Maulana, dan Muhammad Ferarri, mendapat gaji sekitar Rp 2 miliar per tahun (sekitar 3,26 miliar VND), angka yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan pemain Vietnam, bahkan di kasta kedua Liga Vietnam.
Soha.vn menyebutkan beberapa pemain Vietnam yang memperoleh gaji lebih tinggi, salah satunya Bui Hoang Viet Anh dari CAHN FC, yang dilaporkan mendapatkan gaji sekitar Rp 3 miliar per tahun. Media tersebut juga membandingkan dengan pemain-pemain Vietnam lainnya yang memiliki kontrak bernilai 20-30 miliar VND (sekitar Rp 18 miliar) selama tiga tahun, seperti Cong Phuong, Hoang Duc, dan Van Lam, yang bermain di kasta kedua Liga Vietnam.
Selain itu, Soha.vn juga menyoroti fakta bahwa Rizky Ridho dianggap sebagai pemain dengan potensi luar biasa di Indonesia, terbukti dengan perannya sebagai kapten Timnas U-23 Indonesia yang meraih medali emas di SEA Games 2023. Namun, meskipun banyak tawaran bermain dari luar negeri datang kepadanya, gaji yang ia terima di Persija Jakarta dianggap sangat tidak proporsional dengan bakat dan prestasinya.
Sebagai perbandingan, beberapa pemain Vietnam yang berada di kasta kedua Liga Vietnam, yang memiliki penghasilan lebih besar daripada pemain Indonesia, mencakup nama-nama besar seperti Cong Phuong dan Hoang Duc, yang gajinya disebutkan mencapai Rp 18 miliar untuk kontrak tiga tahun. Ini menunjukkan perbedaan yang cukup mencolok dalam nilai kontrak antara pemain-pemain top Indonesia dan Vietnam. Di sisi lain, Liga 1 Indonesia dikenal dengan kurangnya transparansi mengenai gaji pemain, sehingga sulit untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang berapa nominal pasti yang diterima oleh pemain-pemain Indonesia, termasuk pemain Timnas Indonesia di klub-klub domestik mereka.
Soha.vn menyoroti bahwa meskipun ada banyak pemain Indonesia dengan potensi luar biasa, gaji rendah ini mencerminkan ketimpangan dalam pengelolaan keuangan klub-klub di Indonesia dan sistem yang ada. Hal ini menjadi tantangan bagi pemain muda Indonesia untuk mendapatkan imbalan yang sebanding dengan kemampuan dan prestasi yang mereka raih, serta membatasi peluang mereka untuk berkembang di tingkat internasional. Banyak pihak yang merasa bahwa ini adalah cerminan dari masalah yang lebih besar dalam manajemen dan investasi dalam sepak bola Indonesia, yang perlu lebih memperhatikan kesejahteraan pemain dan mendorong perkembangan industri sepak bola Tanah Air.
Meskipun gaji pemain Indonesia saat ini masih tergolong rendah, terutama jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Vietnam, banyak yang berharap bahwa kedepannya, komitmen untuk meningkatkan kualitas liga domestik dan kesejahteraan pemain akan menjadi prioritas. Hal ini bisa memperbaiki citra sepak bola Indonesia di mata internasional dan menciptakan sistem yang lebih adil bagi para pemain muda berbakat, seperti Rizky Ridho dan rekan-rekannya.
Pada akhirnya, ini juga menjadi tantangan bagi klub-klub Liga 1 Indonesia untuk meningkatkan daya saing mereka, tidak hanya dalam hal performa di lapangan, tetapi juga dalam pengelolaan finansial dan kesejahteraan pemain, agar bisa menarik lebih banyak bakat lokal dan internasional untuk bergabung, serta memberikan penghargaan yang pantas bagi para pemain yang memberikan kontribusi besar untuk tim dan negara.